Rabu, 02 Juli 2014

Di Rusia, Sekedar Klik Like Atau Retweet Juga Bisa Berujung 5 Tahun Penjara

Sekalipun menuai berbagai macam kritik, namun kalau ada satu hal yang diapresiasi dari pemerintahan untuk kabinet di saat ini adalah kebebasan berpendapat para penduduk yang dijamin oleh negara, selama kritik tersebut disampaikan dengan logis dan bertanggungjawab.

Beberapa orang memang agak kebablasan dalam bercanda, bahkan sampai memposting gambar Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang telah diolah lewat photoshop dalam berbagai hal. Untungnya lelucon semacam itu tak pernah disikapi serius oleh Pak SBY bukan? Jika Anda pernah merasakan hidup di era Orde Baru, maka Anda dijamin tak akan pernah berani memposting atau sekedar meretweet sebuah meme yang membuat sosok seorang Presiden RI menjadi sebuah lelucon.

Hal seperti ini ternyata masih menjadi sebuah hal yang lumrah di Russia; Presiden Rusia Vladimir Putin baru saja menyetujui sebuah amandemen baru bahwa segala hasutan keras yang disampaikan lewat media online, baik itu merupakan sebuah pernyataan ekstrimis maupun SARA (sesuai standar pemerintah) akan bisa dihukum hingga 5 tahun penjara.

Dengan aturan baru ini, pihak jaksa memiliki kekuasaan untuk menuntut siapapun yang mereka anggap telah menyebarkan konten ilegal (menentang pemerintah). Jika sebelumnya istilah ekstrimis hanya ditujukan untuk para aktivis Neo-Nazi atau gerakan Islam militan yang cenderung mengarah pada aktivitas terorisme, istilah ekstrimis kini diperluas pada kelompok oposisi manapun yang menentang pemerintah, bahkan termasuk kelompok Scientology dan juga kartun South Park.

Sejumlah kasus terbaru di Rusia bahkan mencatat bahwa aktivitas remeh seperti mengklik tombol Like di Facebook atau sebuah retweet untuk konten yang dianggap menentang pemerintahan akan bisa membuat seseorang dipenjara. Sebagai contoh, seorang aktivis dari kubu oposisi di kota Barnaul di pedalaman Siberia harus langsung diproses secara hukum gara-gara merepost sebuah foto dari 2 buah peluru dengan tulisan: satu-satunya argumen yang akan didengar oleh pihak berwajib.

Contoh lain: pada bulan Januari lalu, seorang profesor bidang filsafat di Universitas Negeri Moskow juga langsung digelandang polisi setelah merepost sebuah artikel yang berteori tentang melengserkan pemerintahan. Seorang blogger di Siberia juga ditangkap tahun lalu gara-gara meretweet sebuah foto dari sebuah selebaran yang isinya ajakan untuk menghancurkan mobil-mobil pejabat.

Sebuah akun Twitter tak resmi dari Komite Penyelidikan Rusia sempat menyatakan bahwa ‘aktivitas meretweet serta publikasi sama halnya dengan aktivitas distribusi,’ walaupun kicauan ini akhirnya dihapus. Rusia selama tahun 2014 ini telah memblokir 185 website yang dilabeli sebagai ekstrimis, dimana mayoritas website tersebut terhubung dengan pihak oposisi yang menentang aktivitas kependudukan Rusia di Crimea.

Well, mengingat Indonesia juga bakal mengadakan pemilu untuk menentukan Presiden RI berikutnya untuk jangka waktu 5 tahun ke depan, pastikan Presiden pilihan Anda tidak akan membatasi kebebasan berpendapat seperti layaknya di Rusia saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar