Sekalipun menuai berbagai macam kritik, namun kalau ada satu hal yang
diapresiasi dari pemerintahan untuk kabinet di saat ini adalah
kebebasan berpendapat para penduduk yang dijamin oleh negara, selama
kritik tersebut disampaikan dengan logis dan bertanggungjawab.
Beberapa orang memang agak kebablasan dalam bercanda, bahkan sampai
memposting gambar Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang telah
diolah lewat photoshop dalam berbagai hal. Untungnya lelucon semacam itu
tak pernah disikapi serius oleh Pak SBY bukan? Jika Anda pernah
merasakan hidup di era Orde Baru, maka Anda dijamin tak akan pernah
berani memposting atau sekedar meretweet sebuah meme yang membuat sosok
seorang Presiden RI menjadi sebuah lelucon.
Hal seperti ini ternyata masih menjadi sebuah hal yang lumrah di
Russia; Presiden Rusia Vladimir Putin baru saja menyetujui sebuah
amandemen baru bahwa segala hasutan keras yang disampaikan lewat media
online, baik itu merupakan sebuah pernyataan ekstrimis maupun SARA
(sesuai standar pemerintah) akan bisa dihukum hingga 5 tahun penjara.
Dengan aturan baru ini, pihak jaksa memiliki kekuasaan untuk menuntut
siapapun yang mereka anggap telah menyebarkan konten ilegal (menentang
pemerintah). Jika sebelumnya istilah ekstrimis hanya ditujukan untuk
para aktivis Neo-Nazi atau gerakan Islam militan yang cenderung mengarah
pada aktivitas terorisme, istilah ekstrimis kini diperluas pada
kelompok oposisi manapun yang menentang pemerintah, bahkan termasuk
kelompok Scientology dan juga kartun South Park.
Sejumlah kasus terbaru di Rusia bahkan mencatat bahwa aktivitas remeh
seperti mengklik tombol Like di Facebook atau sebuah retweet untuk
konten yang dianggap menentang pemerintahan akan bisa membuat seseorang
dipenjara. Sebagai contoh, seorang aktivis dari kubu oposisi di kota
Barnaul di pedalaman Siberia harus langsung diproses secara hukum
gara-gara merepost sebuah foto dari 2 buah peluru dengan tulisan:
satu-satunya argumen yang akan didengar oleh pihak berwajib.
Contoh lain: pada bulan Januari lalu, seorang profesor bidang
filsafat di Universitas Negeri Moskow juga langsung digelandang polisi
setelah merepost sebuah artikel yang berteori tentang melengserkan
pemerintahan. Seorang blogger di Siberia juga ditangkap tahun lalu
gara-gara meretweet sebuah foto dari sebuah selebaran yang isinya ajakan
untuk menghancurkan mobil-mobil pejabat.
Sebuah akun Twitter tak resmi dari Komite Penyelidikan Rusia sempat
menyatakan bahwa ‘aktivitas meretweet serta publikasi sama halnya dengan
aktivitas distribusi,’ walaupun kicauan ini akhirnya dihapus. Rusia
selama tahun 2014 ini telah memblokir 185 website yang dilabeli sebagai
ekstrimis, dimana mayoritas website tersebut terhubung dengan pihak
oposisi yang menentang aktivitas kependudukan Rusia di Crimea.
Well, mengingat Indonesia juga bakal mengadakan pemilu untuk
menentukan Presiden RI berikutnya untuk jangka waktu 5 tahun ke depan,
pastikan Presiden pilihan Anda tidak akan membatasi kebebasan
berpendapat seperti layaknya di Rusia saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar